Nama : Nabil Nizam
Nim:
201410020311027
Jurusan: Al-Ahwal As-Syakhsiyah
Bersentuhan kulit dengan lawan jenis seusai berwudhu`
a.
Wudhu`
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى
الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ
أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا
مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ
مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ
لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُون
(المائدة: 6)َ
“Wahai orang-orang yang
beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan
tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu dan (basuh kedua) kakimu sampai
ke dua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
(menyetubuhi) wanita, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah
dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu
(al-maidah ayat 6)
Dalam buku Ensiklopedi Islam, disebutkan bahwasannya
wudhu` adalah cara menghilangkan hadas kecilyang dilakukan ketika akan
melakukan sholat dan ibadah-ibadah lain yang menjadikan wudhu` sebagai syarat
sahnya (berihram).
Sedangkan para ahli fikih (Fuqahaa`) mendefinisikan
wudhu` adalah perbuatan menggunakan air yang dibasuhkan pada anggota-anggota
badantertentu yang diawali dengan niat[1]. Yang mana hal ini selaras dengan ayat suci Al-Qur`an diatas.
Dan dalam surat al-maidah ayat-6
telah disebutkan beberapa rukun wudhu` diantaranya:
1.
Membasuh muka
2.
Membasuh kedua belah tangan hingga kesiku
3.
Membasuh kepala
4.
Membasuh kedua kaki hingga mata kaki
Lalu
juga ditambahkan dalam hadist shahih yang menyebutkan :
أَخْبَرَنِي
مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ
وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ
قَالَ سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ
بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ
إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى
مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al Anshari berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim At Taimi, bahwa dia pernah mendengar Alqamah bin Waqash Al Laitsi berkata; saya pernah mendengar Umar bin Al Khaththab diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan"
Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al Anshari berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim At Taimi, bahwa dia pernah mendengar Alqamah bin Waqash Al Laitsi berkata; saya pernah mendengar Umar bin Al Khaththab diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan"
Jadi
juga haruslah menggunakan niat dan tata tertib yang berurutan.
Menurut dan melihat teks yang ada, maka
ada beberapa hal yang membatalkan wudhu` dan dalam ini dalam buku pelajaran
fiqh 1 karangan KH.Imam Zarkasyi menyebutkan hal-hal yang membatalkan wudhu`
diantaranya:
1.
Adanya
sesuatu yang keluar dari perut dengan melalui salah satu dari dua jalan
kotoran, meskipun hanya angin.
2.
Tidur
atau tertidur dengan posisi tidak duduk.
3.
Hilang
akal sebab gila, pingsan, mabuk dan sebagainya.
4.
Tersentuhnya
kemaluan dengan telapak tangan.
5.
Tersentuhnya
kulit laki-laki dengan kulit perempuan, yang bukan muhrimnya
b.
Mahram dan bukan mahram
Dalam Ensiklopedia Islam disebutkan
bahwa: Mahram adalah Seorang pria yang masih ada hubungan keluarga dekat dengan
seorang wanita ,sehingga diantara keduannya terlarang menikah[3] .
akan tetapi dalam pembahasan tentang mahram ini, terkadang banyak orang yang
salah dalam mendefinisikan antara mahram dan juga muhrim.Sedangkan muhrim itu
adalah orang yang memakai baju ihram.
Dalam surat An-Nisa` ayat 22-24 disebutkan ada 15
macam wanita yang haram dikawini, 14 diantaranya adalah karena masih
adanya hubungan keluarga, dan 1 yang lainnya adalah karena masih terkait
pernikahan dengan orang lain. Mereka itu adalah:
a.
Perempuan
yang telah dikawini oleh ayah (ibu tiri)
b.
Ibu
kandung
c.
Anak
perempuan (kandung)
d.
Saudara
perempuan (kandung)
e.
Saudara
perempuan ayah (bibi)
f.
Saudara
perempuan ibu(bibi)
g.
Anak
perempuan dari saudara laki-laki(kemenakan)
h.
Anak
perempuan dari saudara perempuan(kemenakan)
i.
Ibu
susuan
j.
Saudara
sepersusuan
k.
Mertua
l.
Menantu
m.
Anak
tiri (dari istri yang sudah digauli)
n.
Saudara
perempuan istri(ipar perempuan)
o.
Setiap
wanita yang bersuami.
Maka setiap wanita yang diatas,
kecuali yang nomer terakhir itu adalah yang disebut dengan mahram/orang yang
tidak boleh kita nikahi, akan tetapi dalam kegiatan sehari-hari, tidak ada
larangan untuk menyentuhnya (secara
tidak sengaja). Lalu tentang makna bukan mahram itu telah disebutkan dalam
suatu hadist shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
قالت
عائشة : لا والله, لا مست يده يد امرأة قط غير أنه بايعهن بالكلام البخاري والمسلم
Aisyah berkata, “tidak,
demi Allah, tak pernah sekalipun tangan Rasulullah SAW menyentuh tangan wanita,
beliau membai`at (perjanjian) mereka hanya dengan perkataan.” (H.R. Bukhari
dan muslim )
Hadist ini juga
selaras dengan fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, yang
mana banyaknya seseorang jikalau dia berjanji dengan lawan jenis, entah itu
tentang sebuah usaha, pendidikan, bahkan sampai yang tidak ada perjanjiannya
pun mereka dengan tanpa rasa berdosa
melakukan jabat tangan. Dan terdapat juga hadist penguat sebagai peringatan
kepada seluruh umat manusia yang berbunyi:
لان يطعن في رأس أحدكم بمحيط من
حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له
“Seorang diantara kamu ditikam kepalanya dengan
jarum yang terbuat dari besi itu lebih baik , dari pada ia menyentuh wanita
yang tidak halal baginya. HR. Thabrani “
c.
Pembahasan
Setelah kita
semua mengetahui tentang perihal apakah itu wudhu`, tata caranya dan apa yang
membatalkanya dan juga tentang mahram dan bukan mahram maka dalam pembahasan tentang apa-apa yang
membatalkan wudhu` telah terjadi beberapa pendapat, yang mana pendapat itu ada
dua khususnya pada perihal menyentuh wanita.
1.
Pendapat
yang membatalkan.
Ini
berdasarkan pada Ayat Al-Qur`an surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ
فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا
بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا
فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ
مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً
فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ
لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُون
(المائدة: 6)َ
“Wahai orang-orang yang
beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan
tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu dan (basuh kedua) kakimu sampai
ke dua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh (menyetubuhi) wanita, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu
dengan (debu) itu (al-maidah ayat 6)
Dengan berpatok pada makna tekstual dari ayat Al-Qur`an
diatas, maka para ulama` berpendapat bahwasanya menyentuh lawan jenis itu
membatalkan wudhu`[4]. Dan juga ada sebuah hadist munqati` (terputus) tentang
wajibnya berwudhu` jikalau menyentuh wanita:
“dari Mua`ad bun Jabal berkata: ada seorang laki-laki yang datang
kepada Rasulullah saw Ia berkata ‘ wahai rasulullah apap pendapatmu tentang
seorang laki-laki yang bertemu seseorang perempuan yang ia kenal, kemudian
laki-laki tersebut tidsak mendatangi (melakukan) sesuatu kepada istrinya
melainkan ia juga mendatangi (melakukan) kepada perempuan itu, hanya saja tidak
menyetubuhinya. Berkata Muad: ‘maka Allah menurunkan Surat Hud ayat 115, yang
artinya: ‘dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan
pada permulaan bagian malam. Lalu dan shalatlah. ” HR Ahmad dan DaruQhutny. Syaikh Al-Arnauth mengatakan bahwa hadist ini
shahih lighairihi, perawi-perawinya tsiqah (terpercaya), perawi-perawi seperti
Bukhari dan Muslim, hanya saja ia Munqati`.[5]
2.
Pendapat
yang tidak membatalkan.
Berpatok
pada hadist yang menyebutkan:
عن
عائشة أن النبي صلي الله عليه و سلم قبل بعض نسائه ثم خرج إلي الصلاة و لم يتوضأ.
(احمد و الاربعة)
“dari
Aisyah, bahwa Nabi SAW mencium sebagian istri-istrinya lalu pergi kesholat
sedangkan beliau tidak berwudhu`”
2.
Penutup
a.
Kesimpulan
Dalam
memahami firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:
أو لمستم النساء (المائدة 6)
Dikalangan
para sahabat terdapat perbedaan pendapat. Pendapat pertama antara
lain pendapat ‘Ali dan Ibn Abbas yang mengartikan firman diatas dengan setubuh.
Pendapat kedua antara lain pendapat Umar Ibn Khattab dan Ibn
Mas`ud yang mengartikan dengan persentuhan kulit laki-laki dengan perempuan.
Perbedaan pemahaman ini menimbulkan perbedaan pendapat tentang batal atau
tidaknya seseorang jikalau bersentuhan antara laki-laki dengan perempuan.
Menurut pendapat yang pertama, persentuhan kulit antara laki-laki dengan
perempuan seusai berwudhu` tidak membatalkan wudhu`. Pendapat ini dipegang oleh
ulama` Hanafiyah. Menurut pendapat kedua, persentuhan laki-laki dengan
perempuan seusai berwudhu` membatalkan wudhu`. Hal ini didipegangi oleh ulama`
Syafi`iyah dan ulama` Hanbaliyah. Sedangkan Malikiyah, persentuhan kulit antara
laki-laki dan perempuan seusai berwudhu` membatalkan wudhu` jikalau menimbulkan
syahwat.
Dalam buku Tanya Jawab 5 disebutkan
bahwasannya Muhammadiyah mentarjih pendapat yang pertama, bahwa persentuhan
kulit laki-laki dan perempuan tidak membatalkan wudhu`. Hal ini didukung oleh
hadist-hadist, antara lain hadist dari Aisyah yang menerangkan:
فقدت رسول الله صل الله عليه و سلم ليلة من الفراش فالتمسته فوضعت يدي
علي باطن قدميه وهو في المسجد و هما منصوبتان......(رواه مسلم و الترميذ صححه)
“pada suatu
malam saya kehilangan Rasulullah saw dari tempat tidur, kemudian saya merabanya
dan tanganku memegang dua telapak kaki Rasulullah yang sedang tegak karena
beliau sedang sujud….”( HR Muslim dan At-Tarmidzi serta menshahihkannya).
Maka selayaknya kita sebagai
mahasiswa Muhammadiyah dalam menjelaskan batal atau tidaknya kita berpatok
dengan hadist yang paling kuat, dan jikalau tidak ada hadist yang dapat
menguatkan antara dua hadist tersebut kita melakukan metode tarjih. Dan pada
akhirnya kesimpulannya adalah tidak batal, karena makna dari kata aulaamastumunnisaa`a
adalah bersentuhan dalam arti
bersetubuh[6].
Referensi:
·
KH.Drs.
Sulhan Abu Fitrah,MA,Tuntunan Shalat Khusyu` Sempurna dan Diterima, Republika
Penerbit, Jakarta 2013.
·
KH.
Imam Zarkasyi, Pelajaran Fiqh 1, Trimurti Press`95, Ponorogo 1415H
·
Ensiklopedi
Islam, PT. Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta
1994
·
Tim
Majlis Tarjih Dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, fatwa-fatwa Tarjih:
Tanya Jawab Agama5, Suara Muhammadiyah, Yogyakarta 2006[7]
·
[1]
Ensiklopedia Muslim
[2] KH. Imam Zarkasyi, Pelajaran Fiqh 1, Trimurti Press`95,
Ponorogo 1415H
[3] Ensiklopedi
Islam, PT. Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta 1994
[4] KH.Drs. Sulhan Abu Fitrah,MA,Tuntunan Shalat Khusyu` Sempurna
dan Diterima, Republika Penerbit, Jakarta 2013.
[5]
KH.Drs. Sulhan Abu Fitrah,MA,Tuntunan Shalat Khusyu` Sempurna
dan Diterima, Republika Penerbit, Jakarta 2013.
[6] Tim
Majlis Tarjih Dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, fatwa-fatwa Tarjih:
Tanya Jawab Agama5, Suara Muhammadiyah, Yogyakarta 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar